Senin, 21 Desember 2009

When My Little Marichuy Fever


Sedikit berbagi kisah indahnya menjadi ibu (^________^)v
Ini kisahku saat marichuyku demam, bisa di bilang aku ini termasuk nominasi ibu muda yang bergelar S.H. Eits, jangan berpikir kalau aku ini sarjana hukum ya, S.H its mean ‘Sedang Hamil’ hehehe, sedikit guyonan yang kuambil dari percakapan dengan dosen sastra Indonesia UGM pembimbingku dulu waktu skripsi, kami tidak sengaja bertemu saat belanja di supermarket ternama di Jogja. Biasa ibu-ibu belanja bulanan.
Jadi pembaca yang budiman dapat sedikit disimpulkan bahwa aku ini termasuk penganten baru.
Baru empat tahun menikah maksutnya hihihi (^m^)v
Empat tahun sudah aku hidup dengan lelaki yang sebelumnya belum pernah kutemui,
maklum sudah jodoh mungkin ya, ketemu, taaruf, eh langsung tunangan, menunggu sembilan bulan kemudian menikah, sebetulnya suamiku dan keluarganya ingin lebih cepat, ya delapan minggu lah, karena cuti suamiku hanya dua bulan saja, namun apa daya suamiku malah terkena musibah, kecelakaan yang menimpanya membuat kedua tanganya patah, alhasil mulur lah rencana pernikahan kami yang tadinya menunggu delapan minggu menjadi sembilan bulan.
Hiks.., kalau dipikir-pikir proses pernikahanku seperti proses aku mengandung ya.
Loh kok malah jd cerita si Ayah sih....?
Kalau begitu back again to Littel Marichuy story, owh iya, sebelumnya
perkenalkan dulu, 'Bu Ita' begitulah orang-orang disekitar Marichuy kecil memanggilku, kalau Marichuy kecilku hanya memanggil Ibu, dan aku menyebut putra sulungku itu Marichuy kecil, Marichuy adalah judul sebuah telenovela yg artinya malaikat.
Hihi, gara-gara mamahku pecinta telenovela nih, jadinya aku yang berjilbab lebar ini, dulu mau tak mau nimbrung jg nonton telenovela, alhasil mengertilah aku kalau Marichuy itu artinya malaikat.
Naaah !!, diumurnya yang empat tahun ini ia semakin tumbuh ceria, enerjik, dan menggemaskan, siang tadi Marichuyku kuajak untuk menanam biji bunga matahari yang telah kering, ia begitu bersemangat sampai-sampai bajunya kotor.
Kami bercocok tanam dari jam sepuluh pagi sampai waktu dzuhur tiba, gelak tawa canda ceria sepertinya milik kami berdua.
***
Siang berlalu, senja telah sampai ke peraduan bersama dengan sang gerimis, dan malam pun datang tanpa diduga dengan hujan deras.
Owh my illah !
Owh my God !
Ya Rabb !
Marichuyku demam ! Badanya lemas, keningnya panas, Ibu'nya jadi merasa was was haduuuh, bayangkan saja demamnya hampir tigapuluh sembilan derajat, aku hampir limbung melihat putraku satu-satunya itu panas tinggi, tapi kalau aku jg ikut lemas Marichuyku siapa yang rawat.
Duwh.., padahal ini bukan demamnya yg pertama, Marichuyku pernah tiga kali demam tinggi, pernah waktu umur 10 bulan putraku ini demam sampai empat puluh derajat, badanya biru, marichuyku kejang-kejang tak berdaya. Aku benar-benar bingung, takut, dan tangisanku tak henti-hentinya membasahi pipiku, mana si Ayah sedang lembur dikantor, jadi semua orang kutelefon dari Mamah yang ada di Sleman sampai Ummi, mertuaku yang ada di Klaten pun ku telpon karena kebingungan, tetangga kanan-kiri ku telpon juga untuk meminta tolong mengantarkanku ke UGD.
Yaa, mau bagaimana lg, waktu itu jam setengah dua belas malam.
Dan semuanya berakhir melegakan Marichuyku tertangani oleh paramedis, dan aku tiba-tiba saja lemas dan ambruk, selanjutnya gelap yg ada dalam pandanganku.
Hiks ternyata aku pingsan.
***
Putraku satu-satunya yg sering kusebut Marichuy kecil itu telah terlelap, beberapa waktu yang lalu setelah beberapa gigit roti sudah ia makan, aku menyuapinya sesuai takaran yang pas paracetamol rasa strawberry, rasa yang paling ia sukai. Lalu keningnya kutempeli byby fever pengganti kompres, setelah itu kunina bobokan ia ditempat tidur.
Rasanya sedih, sekali tidak bisa menggendongnya karena perutku yang semakin besar ini tidak memungkinkan untuk menggendongnya. Saat kunina-bobokan, ia mengigau tak jelas, efek dari demam tingginya. Setelah terlelap, kuselimuti tubuh mungilnya dengan jarik sebutan untuk kain gendong bermotif batik, agar badanya yang panas terasa sejuk. Lalu ku pegang keningnya.
Hangat.
Setidaknya sudah tidak sepanas tadi, aku melihat jam dinding kodok keroppi yang ada dikamarku telah menunjukkan pukul sebelas lebih seperempat.
Hemmph...
Ternyata sudah larut malam, aku jadi melupakan si Ayah sejenak, biasanya saat dia pulang aku selalu membawa tas kerjanya dan kubuatkan teh hangat untuknya, tapi tadi saat si Ayah pulang lalu masuk kamar dan bertanya keadaan marichuy, sepertinya ia tak mau menggangguku yang sedang mengeloni Marichuy kecil. Karena letih, akupun tidak beranjak dari tempat tidur.
Aku keluar dari kamar.
Terdengar suara TV sayup-sayup dari ruang keluarga. Sambil mengusap-usap mataku yang masih terasa berat aku berjalan kearah ruang keluarga.
Tampak secangkir teh, plastik roti yang telah kosong, dan si Ayah yang tengah sibuk didepan laptop hitamnya. Suamiku itu mendongak ke arahku.
“Gimana dek, panasnya dah turun...?” tanyanya kepadaku tentang keadaan jagoan kecilnya.
“Sedikit,” jawabku sambil duduk di sofa dekat dengan si Ayah yang duduk di karpet. Karena waktu sudah larut malam aku mengalihkan pembicaraan “sayang ini udah malem banget lho, ayo lekas tidur, jangan mentang-mentang besok hari ahad jam segini belum tidur ya, nanti sakit lagi seperti si dede, pusing ibu kalau semua sakit” aku bangkit dari sofa sambil mematikan TV. Ku ambil cangkir teh yang telah kosong dan bungkus roti yang ada didekat laptop hitam si Ayah. Si Ayah tetap tidak berkutik masih saja sibuk dengan laptopnya itu, sampai aku kembali dari dapur setelah meletakkan cangkir kotor.
Lalu aku mendekati si Ayah, ia mendongak ke arahku yang diam sembari memandangnya dengan sedikit mengernyitkan alisku. Tanpa banyak basa-basi suamiku itu langsung me-shutdown laptopnya, menutup dan membawa bersamanya. Dengan memasang senyum manis ia berdiri.
“Siap istriku yang cantiik, hehe...” ujarnya sambil merangkulku, berjalan kearah kamar.
Lalu kamipun istirahat setelah sebentar membahas tentang putra kami yang tengah demam itu.
***
Sayup-sayup terdengar suara kecil memanggilku, dan seperti ada yg beraba tanganku. Aku membuka mataku yg masih terasa berat. Marichuy kecilku tengah duduk sambil mengoyang-goyangkan tanganku yg kuletakkan tepat didepan wajahku.
“Ibu..., susu.., bu..., ade mau minum susu” ujarnya sambil menggosok-gosok matanya yang mungkin juga masih terasa berat.
Sungguh !
Aku terperanjat kaget, karena putraku yg tengah deman itu bangun. Belum sempat menjawab pertanyaan si kecil Marichuy aku langsung meraba keningya memastikan keadaanya kali ini.
Hemmph..
Alhamdulillah, panasnya turun, aku tersenyum lega.
Saat aku merasakan lega karena demam putraku itu turun, suara kecil itu memecahkan perasaan legaku sejenak.
“bu, ade mau minum susu bu..,” rengeknya lagi.
Ups masyaallah, aku sampai lupa menjawab pertanyaanya.
“Iya sayang sebentar ya, ibu buatkan..'' ujarku sambil tersenyum kepadanya.
Saat aku akan beranjak dr tempat tidur, ternyata si Ayah terbangun karena rengekan marichuy kecil kami. Sama sepertiku si Ayah langsung meraba keningnya. Tampak kelegaan tergambar di wajahnya setelah itu.
“Ih waw, jagoan Ayah sudah sehat.. '' ujar si Ayah sambil mengangkat marichuy kecil ke pangkuannya.
Aku yang sedari tadi melihat mereka dr pintu baru tersadar, aku belum membuatkan marichuy kecilku itu susu. Lalu kutinggalkan kamar yg mulai ramai oleh gelak tawa si Ayah dan marichuy kecil, menuju ke arah dapur.
Kubuatkan susu dengan campuran madu untuk putraku itu. Sebetulnya tadi malam aku lebih ingin memberikan madu untuk marichuy kecilku dari pada paracetamol, karena madu juga termasuk penurun panas dari bahan alami. Tapi apa daya, putraku itu kurang senang dengan madu. Ini saja kalau tidak di campur di susu dia juga gak bakal mau. Maka dari itu aku memberinya paracetamol yg rasa strawberry agar dia mau minum obat.
Ya seperti yang pernah aku katakan, marichuy kecilku itu suka rasa strawberry.
Saat aku masuk kamar sambil mengocok-ngocok botol susu yg kubawa, si Ayah sedang asik menggelitiki putra satu-satunya itu. Marichuy kecilku itupun tertawa renyah menahan geli sembari menjauhkan tangan jail si Ayah dari dirinya.
“Ini de susunya..” ujarku sambil menyodorkan botol susu yang kubuat tadi ke arahnya, tangan kecil itu mengambil botol susu yg terlihat agak cream karena tercampur oleh madu dr tanganku.
Terdengar ritme suara marichuy kecilku yg sedang meminum susu dengan cepat.
''glek.. glek.. glek..''
“Hihihi, haus benar ya kau nak...” ujarku didalam hati sambil menguyek-uyek rambutnya.
Alhamdulillah malam ini hatiku terasa lega dan bahagia melihat rona wajah marichuy kecilku telah cerah tidak sepucat td malam.
Ya beginilah perasaan seorang ibu, akan merasakan paling khawatir dan sedih bila buah hatinya yg sembilan bulan berada dalam kandungannya itu sakit, dan kadang berpikir kenapa tidak aku saja yg sakit, kenapa harus anaku tersayang yg sakit...? Lalu akan merasakan paling lega dan bahagia bila buah hatinya telah pulih seperti sedia kala.
Kenapa seperti itu...?
Karena kami para ibu punya cinta, dan Cinta kami BUKAN CINTA BIASA.
Cieee... kaya' judul filem ni, hehee (^____^)v
***
Aku melengok kearah jam dinding keroppi yg berada dikamar kami, ternyata baru pukul satu lebih beberapa menit. Marichuy kecilku telah selesai minum susu dan kamipun meneruskan istirahat malam ini dengan perasaan lega.
Beginilah sekelumit kisahku menjadi seorang ibu.
Heeem, nano-nano: manis, asem, asin rame rasanya, tapi tentu manisnya lebih banyak dari pada asem dan asinnya.
Jadi...?!?
Menarik juga kan kehidupan seorang ibu seperti aku, hihihi.
Masih banyak kisah-kisah indah bersama keluarga kecilku ini, seperti bintang-bintang dilangit yg menyelimuti langit malam ini, canopus, capela, vega.
Hihihi... (^o^)v


Created by ukhty.berry