Kamis, 28 Januari 2010

Tetes Peluhnya Pekat Penuh Cinta


Aku menutup buku cerita kisah-kisah teladan yang dikemas seperti dongeng itu, dipangkuanku Ghiyast putraku yang berumur empat tahun telah tertidur pulas. Terdengar pelan dengkuran kecilnya. Mungkin ia sangat lelah, aku mengusap lembut keningnya, lalu kukecup pipi tembemnya itu dengan penuh kasih sayang.

Mas Andri yang duduk di karpet tak jauh dari kami dengan laptop menyala didepannya, sedikit merubah arah duduknya dan menoleh kearahku yang duduk diatas sofa. Ia melepas kacamata minusnya, lalu memijit-mijit bagian antara mata. Sepertinya suamiku itu juga lelah.

“Ghiyast tidur dek ?” Tanyanya kepadaku sembari mengenakan kacamatanya lagi.

Aku mengangguk, lalu ia pun bergegas berdiri dan mendekatiku, pelan-pelan ia angkat Ghiyast dan memindahkannya kedalam kamar, aku mengikuti suami dan anakku itu dari belakang. Setelah menidurkan Jagoan kecil kami di kamar, kami keluar dan duduk di sofa ruang keluarga yang seperti perpustakaan ini, karena di kelilingi banyak rak buku penuh berjejer rapi. Mas Andri membiarkan laptopnya menyala begitu saja.

Kami duduk dalam diam sejenak, aku menoleh kearah mas Andri yang tampak capai, dengan lembut kuraih tangan mas Andri dan kugenggam, lelaki yang kucintai itu menoleh ke arah wajahku, tiba-tiba dengan kompak kamipun tertawa geli. Lalu ia merangkulku dengan lembut.

“hari ini gimana dek, capek banget ya ?” suamiku tersayang itu bertanya kepadaku. Memulai pembicaraan kami di malam ini.

Aku tersenyum lembut.

“enggak kok mas, hari ini alhamdulillah menyenangkan seperti hari-hari yang lalu, semua kerjaan beres, Ghiyast juga enggak rewel jadi ummi cepet kerjannya” jelasku pada laki-laki yang melamarku empat tahun yang lalu dengan penuh cinta itu.

“hemm jagoan kecilku Ghiyast kelihatannya capek banget ya dek”

“iya mas, tadi selepas kumandikan katanya dia mau nunggu abi diluar, sembari main di luar bareng anak-anak komplek”

“iya tadi Ghiyast langsung lari tau mobil abinya datang, belum mas buka pintunya aja Ghiyast udah ribut minta gendong, tadi mas rasanya capek banget, tapi lihat Ghiyast yang girang menyambut abinya yang ganteng ini datang, rasa capeknya lenyap menguap begitu aja dek, apalagi lihat Ghiyast udah rapi wangi lagi” suamiku tersenyum geli membayangkan jagoan kecilnya yang begitu menggemaskan tadi.

Aku tersenyum bahagia dan gemas juga kearah suamiku yang bercerita panjang kali lebar menceritakan Ghiyast. Wajahnya tampak berseri-seri senang. Rasanya melihat wajahnya yang capai tersapu senyum dan tawa girang saat menceritakan jagoan kecilnya, membuatku merasakan sama halnya apa yang ia rasa. Sangat bahagia.

Sejenak aku tersadar sepertinya suamiku terlihat jenuh setelah lama berkutat didepan laptopnya.

“sayang , mau ummi buatkan teh hangat, atau mau ummi buatkan kopi ?” tanyaku padanya. Aku selalu menyebut diriku ini ummi didepannya walau mas Andri sampai sekarang tetap memanggilku dengan sebutan ‘dek’

“wah cocok dek, mas mau kopi aja, lama gak minum kopi” ujarnya bersemangat.
Aku pun bangkit dari sofa untuk menuju kedapur, saat akan melangkah tiba-tiba mas Andri menarik tanganku pelan. Aku menoleh kearahnya dengan alis berkerut. Suamiku itu menatapku dalam-dalam , menggenggam tanganku dengan sepenuh hati.

“dek, dari hati yang terdalam mas dan ghiyast ingin mengucapkan terimakasih, terimakasih telah mengurus semua urusan rumah tangga kita ini dengan ikhlas, mengurus Ghiyast dengan penuh perhatian, penuh kasih sayang. Dan engkau sebagai istri dan ibu yang shalihah mengurus mas dengan penuh rasa cinta, mas dan Ghiyast bahagia dek, sungguh. Tak ada kata-kata yang bisa kami ucapkan selain rasa cinta dan sayang kami untukmu. Terimakasih ya sayang”

“Ceesss.. !!” hati ini begitu terharu saat ucapan terimakasih dan sayang itu terlontarkan, sungguh tak bisa ku bendung rasa ini. Betapa bahagianya pekerjaan-pekerjaan itu terselesaikan dengan tanganku, dan ada sebaris ucapan terimakasih untuk imbalan dari semua itu. Sungguh demi Allah, aku tidak meminta imbalan dari semua yang aku kerjakan ini, karena memang sudah kuajibanku sebagai seorang istri dan ibu untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. dan akupun mengerti, jihadku sebagai seorang wanita adalah berbakti kepada suami, mendidik anak-anakku dan mengurus rumah tanggaku. Namun walau bagaimanapun aku tetaplah manusia biasa yang sangat bahagia ketika ucapan terimakasih itu ada. Ada untuk sekedar mengungkapkan rasa sayang.

“iya mas. Ummi ikhlas menjalani semua ini, ini adalah jihad ummi” ujarku terharu hampir meneteskan air mata, namun segera ku sapu dengan tanganku. Lelaki yang ku cintai itu pun tampak tersenyum haru.

“eemmm, jadi gak nih buatin kopinya, kok tangan ummi masih di genggam aja hehehehe ” candaku mencairkan suasana yang mengharu biru itu.
Mas Andri tertawa geli mendengarkan candaku yang tidak ada unsur humornya sedikit pun.

“hahahaha maaf ya sayang, ya udah tolong buatkan kopi yang mantab ya dek” ujarnya masih geli sembari melepas tanganku yang di gennggamnya tadi. Lalu turun dari sofa menuju laptopnya yang sedari tadi ia biarkan menyala.
Dan aku berjalan menuju kearah dapur.

“Hikss”
Jadi terharu, sungguh indah betul ucapan terimakasih itu. Andai semua orang mengetahui bahwa ibu dan istri mereka bahagia ketika ucapan terimakasih itu terlontarkan dari mulut mereka. Seperti mantra ajaib yang membuat orang yang mendengarnya merasa senang dan bahagia.

Sayup-sayup dari ruang keluarga terdengar iklan yang di iringi nyanyian, sepertinya mas Andri menghidupkan tivi.

Tetes peluhnya
Pekat penuh cinta
Gerak langkahnya
Bahasa tubuhnya
Sarat sinar kasih
Ibu merawat tanpa pamrih
Selamanya...

“Huaaa... !!” jadi pengen nangis, mendengar iklan sebuah susu cair ternama itu.
Subhanallah maha sucu allah yang menganugerahkan kasih sayang dalam setiap rasa, anunugerah ini begitu indah, anugerah indahnya
menjadi ibu.

Basicly from my Parent true story, with some alteration <3
(oT____To)v what a lovely story my parent

Asa G. Lizadi 29 November 2008


Mom and dad my truly inspiration in my live
You are’s my pattern forever
(o^______^o)/ Big love for you.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar